1. Borobudur
Tidak
 dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang 
demikian berat dapat berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan 
paku bumi untuk mengokohkan pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana 
batu-batu yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area 
pembangunan di atas bukit.
Bahkan
 dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah 
candi yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi 
Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan.
Candi
 borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari 
stupa-stupa lain yang lebih kecil. Terus hingga ketidakberhinggaan. 
Sungguh mengagumkan nenek moyang kita sudah memiliki pengetahuan seperti
 itu. Bangunan Candi Borobudur benar-benar bangunan yang luar biasa.
2. Kapal Jung Jawa
 Jauh
 sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah 
melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi 
orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai
 ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran 
laut lepas.
Jauh
 sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah 
melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi 
orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai
 ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran 
laut lepas.
Dalam
 catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke 
Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal
 Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di 
“Laut Selatan”.
Pelaut
 Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de
 Couto dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa 
lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia
 mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat 
seperti orang Jawa. “Mereka mengaku keturunan Jawa,” kata Couto, 
sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia 
Tenggara.
Berdasarkan
 relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek 
moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur 
telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa 
pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki
 abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan 
tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata “Jung” digunakan pertama kali 
dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn 
Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka
 memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia 
Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal 
Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan,
 jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis 
empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot
 jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung 
terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan 
sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di 
Malaka pada 1513. Bisa dikatakan, kapal jung Nusantara ini disandingkan 
dengan kapal induk di era modern sekarang ini.
3. Keris
 Teknologi
 logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu 
sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki 
teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa
 lampau.
Teknologi
 logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu 
sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki 
teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa
 lampau.
Keris
 dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai 
pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu 
itu bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya.
Keris
 yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai
 ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang
 unik, menarik dan sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu 
menciptakan satu teknik tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan
 akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, 
juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium 
lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya 
ringan namun sangat kuat.
Kesulitan
 dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang 
mencapai 60 ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau 
nikel yang berkisar 10 ribu derajat celcius.
Titanium
 ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam 
lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga 
tahan karat.
Unsur
 logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar 
tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih 
ringan dari besi. Dalam peradaban modern sekarang, titanium dimanfaatkan
 orang untuk membuat pelapis hidung pesawat angkasa luar, serta ujung 
roket dan peluru kendali antar benua.
4. Benteng Keraton Buton

Di
 Buton, Sulawesi Tenggara ada Benteng yang dibangun di atas bukit seluas
 kurang lebih 20,7 hektar. Benteng yang merupakan bekas ibukota 
Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat 
dari batu kapur.
Benteng
 yang berbentuk lingkaran ini memiliki panjang keliling 2.740 meter. 
Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga / kubu pertahanan 
(bastion) yang dalam bahasa setempat disebut baluara.
Tiap
 pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam 
seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba
 (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri.
Letaknya
 pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal 
memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. 
Benteng ini menunjukkan betapa hebatnya ahli bangunan nenek moyang kita 
dalam membuat teknologi bangunan untuk pertahanan.
5. Si Gale gale
Menurut
 cerita, Seorang Raja dari Suku Karo di Samosir membuat patung dari kayu
 untuk mengenang anak satu-satunya yang meninggal dunia. Patung kayu 
tersebut dapat menari-nari yang digerakkan oleh beberapa orang. Sigale –
 gale dimainkan dengan iringan musik tradisional khas Batak.
Boneka
 yang tingginya mencapai satu setengah meter tersebut diberi kostum 
tradisional Batak. Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul selama 
pertunjukan menciptakan kesan-kesan dari contoh model manusia.
Kepalanya
 bisa diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat 
bergerak, kedua tangan bergerak seperti tangan-tangan manusia yang 
menari serta dapat menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok 
waktu menari.
Si
 gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat 
boneka mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot 
tersebut diciptakan untuk dapat meniru gerakan manusia.
6. Pengindelan Danau Tasikardi, Banten

Nenek
 moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air 
bersih. Sekitar abad ke16-17 Kesultanan Banten telah membangun Bangunan 
penjernih air untuk menyaring air yang berasal dari Waduk Tasikardi ke 
Keraton Surosowan.
Proses
 penjernihannya tergolong sudah maju. Sebelum masuk ke Surosowan, air 
yang kotor dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan dan disaring melalui 
tiga bangunan bernama Pengindelan Putih, Abang, dan Emas.
Di
 tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan menyaring 
kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat serangkaian pipa 
panjang yang terbuat dari tanah liat dengan diameter kurang lebih 40 cm.
Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai.
Danau
 Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah, 
keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan 
Banten pada masa lalu.
Untuk
 ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal 
pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan 
terobosan yang cemerlang.
7. Karinding
 Ternyata
 nenek moyang dan leluhur kita mempunyai suatu alat musik tiup 
tradisional yang berfungsi sebagai hiburan sekaligus pengusir hama.
Ternyata
 nenek moyang dan leluhur kita mempunyai suatu alat musik tiup 
tradisional yang berfungsi sebagai hiburan sekaligus pengusir hama.
Alat
 musik dari Sunda ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 
20 x 1 cm yang dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat 
keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, 
dan bagian ujung yang disebut panenggeul (pemukul).
Jika
 bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika 
dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas.
Alat
 ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir 
hama di kebun atau di ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh 
karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan 
hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian.
Frekuensi
 suara yang dikeluarkan oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama 
tersebut, atau bisa dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari rentang 
frekuensi suara hama tersebut, sehingga hama tersebut akan panik dan 
terganggu konsentrasinya.
Kecanggihan
 Karinding sebagai bukti bahwa nenek moyang kita sejak dulu sudah mampu 
menciptakan alat yang menghasilkan gelombang suara. Ini adalah alat 
mengusir hama yang aman bagi lingkungan. Dibutuhkan perhitungan yang 
teliti untuk menciptakan alat musik seperti itu.
8. Rumah Gadang
 Para
 nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh 
maju melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang 
ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.
Para
 nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh 
maju melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang 
ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.
Rumah
 gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi 
yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa 
hingga berkekuatan di atas 8 skala richter.
Bentuk
 rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari 
bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke 
semua bangunan.
Rumah
 gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak 
sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur.
Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi.
Batu
 ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga 
tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, 
Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang 
ditimbulkan getaran tersebut
Darmansyah,
 ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera 
Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh 
lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia 
pada zamannya.
9. Tempe
 Tempe
 merupakan hasil bioteknologi sederhana khas Indonesia. Nenek moyang 
bangsa Indonesia telah menggunakan Rhizopus untuk membuat tempe dari 
kedelai. Semua ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada 
tingkat sel untuk tujuan pangan.
Tempe
 merupakan hasil bioteknologi sederhana khas Indonesia. Nenek moyang 
bangsa Indonesia telah menggunakan Rhizopus untuk membuat tempe dari 
kedelai. Semua ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada 
tingkat sel untuk tujuan pangan.
Sebenarnya
 mengolah kedelai dengan ragi juga dilakukan di negara lain seperti 
China, Jepang, India, dll. Tetapi yang menggunakan Rhizopus hanya di 
Indonesia saja. Jadi kemampuan membuat tempe kedelai adalah penemuan 
orang Indonesia.
Tempe
 sudah dikenal sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Dalam bab 3 dan bab
 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah 
ditemukan kata “tempe”.
Kini,
 tempe sudah merambah manca negara, tidak saja karena rasa dan aromanya,
 namun juga karena kandungan gizinya. Penemuan tempe adalah sumbangan 
nenek moyang kita pada seni masak dunia.
10. Pranata Mangsa
Dalam
 masyarakat Jawa dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim 
berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata 
letak bintang di langit.
Menurut
 Daldjoeni di bukunya “Penanggalan Pertanian Jawa Pranata Mangsa”, 
Pranata Mangsa tergolong penemuan brilian. Kompleksitasnya tak kalah 
bobot dari sistem penanggalan yang ditemukan bangsa Mesir Kuno, China, 
Maya, dan Burma. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan model Farming 
Almanac ala Amerika, Pranata Mangsa jauh lebih maju.
Meskipun
 teknologi sudah semakin canggih seperti sekarang ini, penerapan 
perhitungan pranata mangsa masih relevan. Hal itu dikarenakan nenek 
moyang kita dulu mempelajari gejala-gejala alam seperti musim 
hujan/kemarau, musim tanaman berbunga/berbuah, posisi rasi bintang, 
pengaruh bulan purnama, dan sebagainya. Dengan mempelajari gejala-gejala
 alam tersebut nenek moyang kita dapat lebih menghargai kelestarian 
alam.
Sebenarnya masih banyak teknologi-teknologi yang digunakan nenek moyang kita yang tidak dituliskan disini.
Dari
 penemuan-penemuan itu sebenarnya sejak dulu bangsa Indonesia sudah 
mampu menguasai teknologi canggih di zamannya maka tidak pantas lah bila
 kita menyombongkan diri sebagai generasi sekarang bila kita tidak 
menghargai dan mengapresiasi leluhur kita.
Nenek moyang kita telah berhasil membangun candi-candi yang sangat indah arsitekturnya dan bertahan ratusan tahun.
Nenek moyang kita juga membangun armada laut yang telah mengarungi samudra luas.
Nenek moyang kita juga telah menemukan benda-benda yang tebilang sederhana tapi banyak manfaatnya.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar