Habibie
Presiden Pintar yang Tidak Pernah Mau Kalah
Meski
sekian lama menjadi bagian dari masa pemerintahan Soeharto dan
menganggap Soeharto adalah guru sekaligus bapaknya, namun gaya
kepemimpinan Habibie jauh bertolak belakang dengan orang yang
dihormatinya itu. Muladi, mantan Menteri Kehakiman di era Orde Baru
menuturkan, sidang kabinet yang dipimpin Soeharto selalu berlangsung
dalam suasana mencekam.
Para menteri takut angkat tangan mengajukan
diri untuk bicara. Sementara di zaman Habibie, para menteri justru
berebut mengacungkan jari. Muladi menggambarkan, susana sidang kabinet
seperti sebuah seminar: riuh, panas, kadang gebrak-gebrak meja seperti
mau kelahi.
Habibie sendiri yang merangsang suasana seperti itu
karena dia memang senang berdebat. Semakin didebat ia semakin
bersemangat. Karena semua menteri boleh bicara dan perdebatan dibuka
seluas-luasnya sebelum diambil keputusan, sidang kabinet bisa
berlangsung sampai larut malam.
Habibie, menurutnya adalah
seorang extrovert. Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup,
cepat bereaksi, tanpa mau memikirkan risikonya. Tatkala Habibie dalam
situasi penuh emosional, ia cenderung bertindak atau mengambil keputusan
secara cepat. Seolah ia kehilangan kesabaran untuk menurunkan
amarahnya. Bertindak cepat, rupanya, salah satu solusi untuk menurunkan
tensinya.
Karakteristik ini diilustrasikan dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia.
Semua
orang terkejut, terutama Almarhum Ali Alatas yang kala itu menjabat
sebagai Menteri Luar Negeri, ketika Habibie tiba-tiba mengumumkan kepada
dunia internasional tentang pemberian opsi kepada rakyat Timor Timur :
tetap bergabung dengan Indonesia atau melepaskan diri sebagai negara
merdeka.
Biang keladi dari keputusan besar ini adalah sepucuk
surat Perdana Menteri Astralia kala itu, John Howard, yang ditujukan
pada Habibie pada Desember 1998. Menurut penuturan Juwono Soedarsono,
Habibie marah membaca isi surat Howard yang meminta Indonesia
mempertimbangkan hak politik rakyat Timor Timur untuk menyatakan
penentuan nasib sendiri.
Habibie merasa surat itu seperti
tantangan sekaligus kritik terhadap pemerintah Indonesia. Karena Habibie
mempunyai tabiat tidak mau kalah dengan siapapun maka tantangan itupun
secara spontan dijawab.
Dalam sidang kabinet 27 Januari 1999
kebijakan pemberian opsi ini dipertanyakan oleh Hendropriyono yang kala
itu menjabat sebagai Menteri Transmigrasi. "Kalau plebisit kalah,
bagaimana? Siapa bertanggung jawab? Ini kan nanti akan terjadi eksodus,
eksodus dari para transmigran yang sudah 25 tahun di sana. Siapa yang
bertanggung jawab?" cecar Hendro seperti ditulis dalam buku itu.
Habibie dengan sigap menjawab,"Saya bertanggung jawab."
Fahmi
Idris, Menteri Tenaga kerja, segera menimpali,"Tanggung jawab apa,
Presiden?" Wajah Habibie tampak merah. Seorang menteri dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) lantas menengahi situasi panas ini.
Gus Dur
Tidur Saat Pertemuan dengan PM Korea
Suatu
ketika, pada era pemerintahan Gus Dur, Laksamana Sukardi (Menteri
Negera Badan Urusan Negara) ikut serta dalam kunjungan kenegaraan ke
Eropa dan Asia. Jadwal Presiden sangat ketat sehingga membuatnya teler.
Para anggota rombongan pun kelelahan luar biasa.
Di Seoul, Gus Dur
menerima kunjungan kehormatan Perdana Menteri Korea. Kedua pemimpin
negara duduk berdampingan. Perdana Menteri Korea berbicara kalimat demi
kalimat yang diterjemahkan oleh seorang penerjemah. Rupanya, karena
sangat lelah dan tidak menarik mendengarkan terjemahan, Gus Dur
tertidur.
Pada salah satu bagian, PM Korea berujar, "Mr
President, we have an excelent nuclear technology for power plant. If
you are interested, we would be happy to have it for you.
(Tuan
Presiden, kami memiliki teknologi nuklir yang canggih untuk pembangkit
tenaga. Kalau Anda berminat, kami bisa mengusahakannya untuk Anda),"
Pemerintah Korea menawarkan bantuan teknologi nuklir untuk pembangkit listrik Indonesia.
Saat
itu, Gus Dur tidur pulas sekali. Selesai pernyataan itu diterjemahkan
dalam bahasa Inggris, PM Korea menoleh ke arah Gus Dur menunggu jawaban.
Namun, tidak ada jawaban. Laksamana cepat-cepat membangunkan Gus Dur.
"Gus… Gus… bangun! Gus… dia tanya apakah kita interested dengan power
plant technology yang dia punya."
Gus Dur karena baru terbangun
dari tidurnya dan belum berkonsentrasi langsung nyeplos, "My Minister
ask about your nuclear technology…! (Menteri saya bertanya tentang
teknologi nuklir yang Anda miliki),"
Laksamana geli bercampur
malu. Anggota rombongan pun tersipu-sipu, tidak berani melihat wajah PM
Korea. "Kita semua malu. Merah muka kita di hadapan Perdana Menteri
Korea," tutur Laksamana.
Menggebrak Meja
Abdurrahman
Wahid alias Gus Dur adalah presiden Indonesia yang Masa kepemimpinannya
tidak lama, hanya 21 bulan (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001). Ia
dilengserkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipimpin Amies
Rais dan digantikan Megawati Soekarnoputri.
Meski rentang kepemimpinannya paling singkat dalam sejarah Indonesia, namun sepak terjangnya banyak menuai kontroversi.
Manuver-manuvernya
sulit dipahami. Gayanya yang ceplas-ceplos menjadi bumerang bagi
dirinya sendiri. Gus Dur tidak bisa memisahkan statusnya sebagai kiai
dan Presiden Republik Indonesia. Statusnya sebagai kiai bahkan kerap
lebih menonjol daripada sebagai Kepala Negara.
Akibatnya,
komunikasi politik Gus Dur kacau. Sebagai kiai Gus Dur adalah sosok yang
terbuka terhadap siapa saja, termasuk terbuka terhadap segala informasi
yang dibisikan kepadanya. Cilakanya, Gus Dur sering percaya begitu saja
pada bisik-bisik orang tanpa pernah lagi mengeceknya. Gara-gara
bisik-bisik ini pula ada orang kehilangan kesempatan emasnya berkarir di
luar negeri.
Laksamana Sukardi, kala itu Menteri Negara Badan
Urusan Milik Negara menuturkan , suatu kali dipanggil Gus Dur ke istana.
Gus Dur menyampaikan, ada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri
dengan reputasi sangat baik. Ia masih muda dan pintar. Gus Dur ingin
Laksamana mencarikan posisi untuk orang itu.
"Dia pintar sekali.
Lalu dia mau ditarik ke New York. Kan, sayang kalau ada anak muda yang
pintar, masak kerja di luar negeri. Tolong, deh," ucap Gus Dur seperti
ditirukan Laksamana.
Tak lama setelah hari itu, Laksamana kembali
menghadap Gus Dur. Ada posisi lowong sebagai direksi Indosat. "Gus,
ingat enggak ini orang, anak muda yang tempo hari Gus titipkan ke saya?
Dia lebih cocok di Indosat, Gus," kata Laksamana.
Gus Dur rupanya
sudah lupa. Setelah berpikir agak lama, tiba-tiba ia menjawab
lantang,"Enggak bisa itu orang!" "Lho, kenapa, Gus?!" Laksamana
terperanjat. "Dia bawa lari isteri orang." Laksamana kaget setengah
mati. Pasalnya, ia sudah menyuruh orang itu keluar dari perusahaan
tempatnya bekerja, bahkan diminta secepatnya keluar karena ada perintah
Presiden. Orang itupun sudah ada di Indonesia. Laksamana kemudian
meminta orang itu menghadap ke kantornya.
"Mas, kok Gus Dur
bilang kamu bawa lari isteri orang?" tanya Laksamana. "Demi Allah, Pak!
Saya masih dengan isteri saya yang sekarang," jawab orang itu.
Usut
punya usut, ternyata Gus Dur mendapat bisikan dari orang tertentu
tentang anak muda ini. Dan, faktanya bisikan itu tidak benar. Anak muda
bergelar PhD ini akhirnya bekerja di sebuah bank swasta. Laksamana
merasa kasihan. Bagaimana tidak! Karirnya di perusahaan luar negeri itu
sudah bagus, tapi gara gara seorang pembisik nasibnya jadi kacau balau.
Menangis Meraung-Raung
Gus
Dur juga dikenal sebagai sosok yang emosional. Bila marah, ia bisa
menggebrak meja dan kata-kata keras meluncur dari mulutnya. Salah
seorang mantan menteri yang tidak bersedia disebutkan namanya
menuturkan, ia pernah dimarahi habis-habisan.
Ceritanya begini:
Ada
seorang kerabat Gus Dur duduk dalam pemerintahan. Sebut saja namanya
XZ. Gus Dur sebenarnya tidak pernah mengangkat XZ. Namun, seorang
pimpinan salah satu instansi pemerintah mengangkat XZ sebagai pejabat
eselon 1. Mungkin, orang itu berpikir dengan mengangkat kerabat Gus Dur
karirnya akan jadi lebih baik mengingat kedekatan XZ dengan Gus Dur.
Namun,
sebagai pejabat eselon 1, XZ diketahui kerap "memeras" sejumlah
konglomerat keturunan Tionghoa. Para pengusaha ini mendapat semacam
"bantuan" tapi dengan imbalan yang sangat besar. Sang menteri tersebut,
sebut saja AB, melaporkan perilaku XZ kepada Gus Dur. Gus Dur marah.
AB
dicaci maki Gus Dur karena Gus Dur tidak memercayai laporan AB.
Beberapa hari kemudian, AB dipanggil Gus Dur ke istana. Pertemuan empat
mata. Begitu masuk ke ruang kerja Gus Dur, AB melihat Gus Dur menangis
meraung-raung. Ia tampak dilanda kesedihan luar biasa. Lama Gus Dur
tidak bisa bicara, hanya menangis dan menangis.
AB bingung, tidak
tahu apa yang sedang dialami Gus Dur. Ia berusaha menenangkan Gus Dur.
"Gus, tenang, Gus. Tenang, Gus! Ada masalah apa?" ucapnya sambil
mengusapi dan memijat-mijat tangan Gus Dur. Sesaat kemudian, Gus Dur
berusaha menguasai dirinya, sebelum akhirnya membuka suara.
Intinya,
ia mengakui kebenaran informasi tentang perilaku XZ yang pernah
disampaikan AB. "Saya malu! Sangat malu! Ternyata, apa yang kamu
laporkan kepada saya memang benar semua! Kurang ajar dia!" ujar Gus Dur.
Sejak saat itu, dan selama setahun lebih, Gus Dur tidak pernah menyapa
XZ.
Megawati Soekarnoputri
Lebih Antusias Bicara Soal "Shopping"
Bisa
disebut ia adalah Presiden Indonesia paling pendiam. Putri Bung Karno
ini sepertinya seorang pengikut fanatik pepatah kuno "Silence is Gold".
Tapi, diamnya Megawati seringkali kelewatan. Ia tetap tak bersuara
bahkan ketika negeri ini membutuhkan kejelasan sikapnya.
Sampai-sampai (Alm) Roeslan Abdulgani, tokoh pejuang 45, berseru, "Megawati bicaralah sebagai Presiden!"
Alkisah
pada suatu hari, saat masih menjabat sebagai Presiden, Megawati
Soekarnoputri tampak tengah berbincang lama sekali dengan seorang
menterinya di kediaman resminya, di Jl Teuku Umar, Jakarta. Sementara
perbincangan berlangsung, seorang pembantu dekatnya yang lain menunggu
dengan gelisah.
Pasalnya, ia sudah menunggu lama lewat dari waktu
yang dijanjikan untuk bertemu. Usai pembicaraan Megawati dengan
menterinya, pembantu ini bertanya kepada si Menteri. "Lama amat sih kamu
ngobrolnya. Apa saja sih yang dibahas?"
"Enggak ada, Mas. Kita ngobrol hal-hal lain yang enggak ada kaitannya dengan negara!" jawab Sang Menteri sambil tertawa lebar.
Itulah
Megawati. Berdasarkan penuturan Laksamana Sukardi, mantan menteri
negara Badan Usaha Milik Negara, jika berdiskusi dengan pembantunya,
lebih sering soal-soal ringan seperti masakan, tanaman, dan shopping.
Pembicaraan dengan topik itu bisa membuat diskusi dengan Megawati
berlangsung lama.
Tapi, jika sudah menyentuh soal pekerjaan atau
negara, daya fokusnya sangat terbatas. Konsentrasinya kurang cukup untuk
terus menerus fokus ke permasalahan. Hal ini menimbulkan kesan Megawati
orang yang tidak mau repot dalam mengurus negara.
Mantan
petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang kini hengkang dan
mendirikan Partai Demokrasi Pembaruan, Roy BB Janis, dalam sidang
kabinet Megawati biasanya lebih banyak diam. Kalaupun angkat suara
fungsinya hanya sebagai pengatur lalu lintas. Kalau ada dua menteri
saling berdebat di sidang kabinet, Megawati hanya menonton, jarang
memberikan pendapatnya sendiri atau menengahi keduanya, meski perdebatan
sudah berada pada tingkat 'panas'.
Ada cukilan kisah menarik
tentang diamnya Megawati. Menjelang tutup tahun 2002 aksi-aksi unjuk
rasa anti pemerintah, terutama dilancarkan mahasiswa, menunjukkan
eskalasi yang tinggi. Aksi ini menyusul kebijakan pemerintah menaikkan
harga BBM dan tarif dasar listrik. Di tengah hingar bingar unjuk rasa
itu, beredarlah rumor yang menyebutkan ada pihak-pihak tertentu yang
sengaja mengompori rangkaian unjuk rasa itu.
Sebagai orang yang
ikut bertanggung jawab atas stabilitas pemerintah, Hendropriyono (Kepala
Badan Intelijen Negara), Susilo Bambang Yudhoyono (Menteri Koordinator
Politik dan Kemanan), dan Da'i Bachtiar (Kapolri), rupanya terus memeras
otak untuk mencari tahu siapa dalang aksi-aksi ini.
Lantas,
dalam rapat kabinet tanggal 20 Januari 2003, muncul empat nama yang
disebut-sebut sebagai pihak yang berada di belakang aksi unjuk rasa.
Mereka adalah Jenderal Wiranto, Fuad Bawazier, Adi Sasono, dan Eros
Djarot. Tentang Fuad Bawazier, memang diketahui lama adalah mitra bisnis
Rini Suwandi yang kala itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan
Perdagangan dalam kabinet Megawati.
Kemitraan mereka terjadi jauh
sebelum Rini menjadi menteri. Suatu hari bertemulah Hendropriyono dan
Rini Suwandi di kediaman Megawati di Jl Teuku Umar. Hendro menegur keras
Rini soal sepak terjang Fuad. Katakata Hendro meluncur tanpa tedeng
aling-aling. Teguran itu begitu menyakitkan Rini hingga ia menangis
sambil memeluk Megawati.
Apa reaksi Presiden? Megawati hanya tersenyum menyaksikan adegan perang mulut antara dua pembantu dekatnya.
Pendendam
Semua
orang mahfum, hingga detik ini Megawati emoh bertemu dengan Susilo
Bambang Yudhoyono, Presiden berkuasa yang notabene adalah mantan
pembantunya di kabinet. Dalam upacara kenegaraan memperingati ulang
tahun kemerdekaan Indonesia ke-63, 17 Agustus, tahun ini, Megawati tidak
hadir.
Ketidakhadirannya diyakini karena faktor Yudhoyono sebagai Presiden.
Di
mata Megawati, Susilo Bambang Yuhoyono (SBY) tidak lebih seorang
pengkhianat, bahkan seorang Brutus yang sadis. Ini semua karena sikap
"diam-diam" SBY yang mencalonkan diri sebagai Presiden pada Pemilu 2004.
SBY
dinilai tidak jantan. Beberapa kali Megawati bertanya kepada SBY apakah
akan maju dalam Pemilu 2004. Dengan diplomatis SBY menjawab, "Belum
memikirkan soal itu, Bu. Saya masih konsentrasi dengan tugas selaku
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan."
Namun, Megawati dan kubunya menaruh kecurigaan besar terhadap SBY dan timnya. Perseteruan di balik selimut pun terjadi.
Terungkap
ke publik bahwa Megawati mengucilkan SBY dari sidang-sidang kabinet.
Sikap Megawati ini menguntungkan SBY karena dengan itu SBY tampil di
media sebagai korban kezaliman Megawati.
12 Maret 2004 SBY
mengirimkan surat pengunduran diri dari kabinet. Dua hari kemudian ia
terbang ke Banyuwangi, berkampanye untuk Partai Demokrat. Pada putaran
kedua pemilu 2004 SBY menang gemilang dalam pemungutan suara. Megawati
sedih dan menangis. Semua orang tahu, saat pelantikan SBY di Gedung MPR
pada 20 Oktober 2004 Megawati tidak hadir, padahal banyak orang dekat
membujuknya datang.
Semua orang juga tahu, pagi itu Megawati bahkan tidak duduk di depan pesawat televisinya, tapi sibuk berkebun.
Menurut
penuturan Roy BB Janis, kegusaran dan kebencian Megawati
diartikulasikan dalam rapat DPP PDIP. "Kalau orang lain, Amien Rais
Presiden, Wiranto Presiden, siapalah, saya datang. Tapi, kalau ini (SBY)
saya enggak bisa, karena dia menikam saya dari belakang," begitu kata
Megawati seperti ditirukan Roy
SBY
Selanjutnya,
bagaimana dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)? SBY adalah sosok yang
perfeksionis. Ia selalu tampil rapi dengan tutur kata yang tertata. SBY
pasti sadar bahwa ia seorang pria yang dikaruniai Tuhan dengan wajah
cukup ganteng. Dan, ia betul-betul memanfaatkan ketampanannya setiap
kali tampil di depan pers. Seolah kegantengannya dan penampilannya yang
dandy merupakan daya tarik tersendiri yang harus selalu 'dijual' kepada
publik setiap kali ia tampil.
"Pakaian yang dikenakan –apakah berupa
setelan jas atau batik- selalu berkualitas No. 1 dengan warna, motif,
dan ukuran mantap, mencerminkan seleranya berbusana yang tinggi. Ketika
itu ia mungkin lebih pas diberikan predikat sebagai 'foto model' atau
'aktor' daripada seorang 'kepala negara ".
Sebagai seorang
perfeksionis, SBY selalu berusaha berkomunikasi dengan bahasa tubuh dan
verbal yang sempurna. Namun, gaya bahasanya seringkali high-context,
cenderung berputar-putar, terutama ketika ia belum siap dengan
keputusannya.
Sayang, tidak banyak hal tersembunyi yang terungkap
dalam analisis terhadap gaya komunikasi politik SBY. Mungkin para
pembantunya belum ada yang berani bicara terbuka karena Bapak Presiden
masih berkuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar